KOPI KOTHOK

Rabu, 26 Mei 2010

TITIPAN


Sering kali aku berkata, ketika seorang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobilku hanya titipan-Nya,
bahwa rumahku hanya titipan-Nya,
bahwa hartaku hanya titipan-Nya,
bahwa putraku hanya titipan-Nya,
tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya,
mengapa Dia menitipkan padaku ?

Untuk apa Dia menitipkan ini padaku ?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk
milik-Nya ini ?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku ?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu
diminta kembali
oleh-Nya ?

Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
kusebut itu sebagai ujian,
kusebut itu petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa
itu adalah derita.

Ketika aku berdoa,
kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak popularitas,
dan kutolak sakit,
kutolak kemiskinan,
seolah keadilan dan kasih-Nya harus berjalan seperti
matematika:
aku rajin beribadah,
maka selayaknyalah derita menjauh dariku,
dan nikmat dunia kerap menghampiriku.

Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih.
Kuminta Dia membalas “perlakuan baikku,” dan menolak
keputusan-Nya yang tak sesuai keinginanku.

Gusti, padahal tiap hari kuucapkan,
Hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah…
“Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan
keberuntungan sama saja.”


WS. RENDRA

Kamis, 13 Mei 2010

PELAJARAN SENI


"belajar seni ...
benarkah hanya sebegini?
melihat, mendengar, dan menghafal ...
lalu mencoba.

sampai hari ini ada yang tidak beres rupanya.
pelajaran kesenian layaknya basa-basi yang tak kunjung usai.
sekadar mengulang kurikulum dan waktu demi waktu
yang tidak berisi apa-apa selain menambah kepiluan menjadi murid.

guru kesenian seringkali bilang, "pelajaran kesenian adalah pelajaran nuansa dan cita-rasa"
tapi sampai hari ini murid hanya diperlihatkan 'cabe', diberi penjelasan 'pedas', lalu disuruh menghafal.
besuknya disuruh murid mencoba.
baiklah jika cukup pada 'indrawi jasmani', tapi seni bersemayam pada 'rasa-jiwa'.

sampai hari ini belum diajarkan bagaimana memahami 'indah' itu indah, hingga keindahan merasuk ke dalam rasa jiwa, apalagi menikmati, menghayati (menghidupi) nuansa dan cita-rasa di jiwa

... 'indah' tidak hanya cukup disepakati dan dihafal, apalagi dihitung dengan angka matematika."


"Ya, anakku. kenyataannya pelajaran seni tidak dianggap lebih penting daripada pelajaran menghafal, bahasa dan berhitung yang cukup mudah untuk dinilai dengan angka.
perlu kamu maklumi anakku, aku juga masih 'gelisah' karena belum tahu bagaimana cara mengajarkan rasa yang aku rasakan.

kemarin aku cicipi cabe, aku bilang pedas. lalu kamu coba cicipi juga, tapi kamu bilang merah.
aku bilang batang kangkung itu ada hatinya, tapi kamu bilang hanya rongga kosong.

tunggu sebentar, anakku. aku sedang mencari cara agar kamu juga bisa 'menyunting bidadari penyaji kopi senja'


Catatan KGPHH Masnoen

(Guru Seni Budaya SMKN 2 Bojonegoro dan Komite Teater Dewan Kesenian Bojonegoro)
bojonegoro, awal mei 2010

Demo Guru Tolak Penghapusan Ditjen PMPTK

Ribuan guru dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengadakan aksi unjuk rasa di depan gedung DPR/MPR RI pada hari ini, Selasa (11/5). Aksi tersebut cukup menimbulkan kemacetan di ruas jalan depan gedung DPR/MPR dan menyebabkan hanya satu jalur yang bisa dilalui.

Dalam aksi tersebut, para guru menolak penghapusan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Ditjen PMPTK). "Ini merupakan tindakan memarginalkan guru secara sistematis," kata anggota PGRI Pamulang, Salbini, di sela aksi unjuk rasa. Menurutnya, penghapusan Ditjen PMPTK akan berdampak serius terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan.

Sebelumnya, penghapusan Ditjen PMPTK tersebut berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010. Dalam keterangan pers disebutkan bahwa selama ini kehadiran Ditjen PMPTK telah membuat akselerasi pengelolaan guru dan tenaga kependidikan menjadi benar-benar nyata.

Oleh karena itu, para guru mendesak agar Ditjen PMPTK tetap dipertahankan. Para guru juga mendesak pemerintah untuk tetap membayar dana sertifikasi guru secara lancar, dan juga mendesak agar pemerintah mengangkat guru honorer yang telah memenuhi syarat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Guru juga meminta agar program Ujian Nasional (UN) ditinjau kembali. "Kami akan mengerahkan massa yang lebih banyak jika aspirasi kami tidak didengar," lanjut Salbini.

Aksi berakhir sekitar pukul 11.15 dan saat ini massa aksi sudah membubarkan diri secara bertahap. Arus kendaraan yang melalui ruas jalan depan gedung DPR/MPR juga telah kembali lancar.

Sumber : TEMPO Interaktif, Jakarta

Selasa, 11 Mei 2010, 12 :10 WIB

Senin, 03 Mei 2010

HARI PENDIDIKAN NASIONAL TAHUN 2010


SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL PADA PERINGATAN HARI PENDIDIKAN NASIONAL TAHUN 2010 MINGGU, 2 MEI 2010

ASSALAMU’ALAIKUM WARRAHMATULLAHI WABARAKATUH.
Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua.

Alhamdulillah, di pagi hari ini kita dapat berkumpul bersama dalam upacara Peringatan Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS) tahun 2010. Tahun dimana awal kita memasuki dan menjalankan Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014, yang bertumpu pada terselenggarannya layanan prima pendidikan nasional untuk membentuk insan Indonesia cerdas komprehensif, melalui lima misi meliputi: ketersediaan; keterjangkauan; kualitas atau mutu dan relevansi; kesetaraan; dan kepastian, dalam memperoleh layanan pendidikan.

HADIRIN PESERTA UPACARA YANG TERHORMAT,

Tanggal 2 Mei merupakan hari yang mempunyai makna bagi seluruh pemangku kepentingan pendidikan, utamanya para pendidik dan tenaga kependidikan, serta peserta didik dari jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi baik jalur pendidikan formal, non formal maupun informal.

HARDIKNAS diperingati antara lain untuk mengenang jasa Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantara dan seluruh pejuang pendidikan yang patut kita kenang dan hargai.

Ada tiga makna penting tiap kali kita memperingati hari-hari besar Nasional, seperti halnya HARDIKNAS hari ini.

Makna pertama, berkait dengan momentum untuk merenungkan dan merefleksikan diri terhadap perjalanan dan langkah panjang yang telah dilalui. Ini berkait dengan cita-cita awal lahirnya HARDIKNAS, sebuah cita-cita yang saat itu dicirikan dengan semangat kepahlawanan, semangat kesediaan diri untuk memberikan lebih dari kewajibannya, dan untuk menerima kurang dari hak-haknya, disertai dengan keyakinan bahwa pemberian yang lebih dan penerimaan yang kurang itu dijadikan sebagai investasi kemasyarakatan, yang insya Allah pada saatnya akan diperoleh kemanfaatan lebih. Semangat itu dalam konteks kekinian saat ini, kiranya masih relevan untuk selalu dikumandangkan, terutama dalam kondisi bangsa seperti saat ini.

Makna kedua, upaya didalam mengintropeksi diri dari apa yang sedang kita lakukan didalam menjalankan berbagai program pendidikan saat ini untuk menatap masa depan yang lebih baik, dalam menjamin pelayanan pendidikan secara non-discriminative kepada semua anak usia sekolah Indonesia di manapun mereka tinggal, sehingga sebuah cita-cita luhur saat digagasnya peringatan HARDIKNAS, bisa terus terjaga.

Makna ketiga, bagaimana kita memprespektifkan apa yang telah dan sedang dilakukan untuk masa depan yang lebih baik, sebagaimana dicantumkan dalam konstitusi kita serta diamanatkan pula dalam sistem perundangan, dalam upaya mencerdaskan bangsa secara utuh.

Pada titik ini, maka HARDIKNAS bukan hanya diperingati untuk kegiatan seremonial belaka, tapi justru untuk lebih memompa semangat. Peringatan HARDIKNAS harus terus menerus dikumandangkan dan dilakukan rekontekstualitas sesuai dengan masanya, karena itulah tidak berlebihan jika momentum HARDIKNAS kali ini juga harus bisa memberikan makna lebih, tidak hanya sebatas pada memperingatinya secara seremonial.

HADIRIN YANG BERBAHAGIA,

Saya ingin mengajak agar peringatan HARDIKNAS kali ini, dapat membangkitkan rasa optimisme, percaya diri dan tentu sambil terus berusaha, karena melalui modal optimisme, percaya diri dan berusaha itulah, sesungguhnya cikal bakal bangsa ini dibangun. Itulah pilihan tema HARDIKNAS tahun ini diambil: “Pendidikan Karakter untuk Membangun Peradaban Bangsa.”

Pemilihan tema ini menjadi tepat dengan perkembangan dan perubahan aspirasi masyarakat yang sangat dinamis. Tentu bukan hanya itu, tema ini juga merupakan bagian dari apa yang jauh hari telah ditekankan oleh Bapak Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, yang hari kelahirannya kita peringati sebagai HARDIKNAS.

Pendidikan, kata Ki Hadjar Dewantara, merupakan daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect), dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita.

HADIRIN PESERTA UPACARA YANG TERHORMAT,

Kesempurnaan hidup anak-anak kita menjadi kata kuncinya, menjadikan anak-anak kita untuk jujur. Itu sebabnya dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN) kita kampanyekan UN Jujur dan Berprestasi. Hasilnya? Memang kita harus terus menyempurnakan.

Kita tidak akan tahu kekurangan-kekurangan jika tidak dilakukan evaluasi atau ujian dengan standar nasional sebagai alat untuk memetakan kondisi riil atau sebenarnya. Dari hasil pemetaan inilah selanjutnya akan diambil dan diputuskan jenis intervensi kebijakan didalam memperbaiki kualitas anak-anak kita, kualitas dunia pendidikan kita.

HADIRIN YANG BERBAHAGIA,

Dunia pendidikan diharapkan sebagai motor penggerak untuk memfasilitasi pembangunan karakter, sehingga anggota masyakat mempunyai kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara yang harmonis dan demokratis dengan tetap memperhatikan sendi-sendi Negara Kesatuan Indonesia Republik Indonesia (NKRI) dan norma-norma sosial di masyarakat yang telah menjadi kesepakatan bersama.

Pembangunan karakter dan pendidikan karakter menjadi suatu keharusan, karena pendidikan tidak hanya menjadikan peserta didik menjadi cerdas juga mempunyai budi pekerti dan sopan santun, sehingga keberadaannya sebagai anggota masyarakat menjadi bermakna baik bagi dirinya maupun masyarakat pada umumnya.

Saya ingin menyampaikan apa yang pernah Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sampaikan tentang pentingnya pendidikan karakter. Beliau menyatakan, bahwa, pembangunan watak (character building) adalah amat penting. kita ingin membangun manusia Indonesia yang berakhlak, berbudi pekerti, dan berperilaku baik. Bangsa kita ingin pula memiliki peradaban yang unggul dan mulia. Peradaban demikian dapat kita capai apabila masyarakat kita juga merupakan masyarakat yang baik (good society). Dan, masyarakat idaman seperti ini dapat kita wujudkan manakala manusia-manusia Indonesia adalah manusia yang berakhlak dan berwatak baik, manusia yang bermoral dan beretika baik, serta manusia yang bertutur dan berperilaku baik pula.

Itulah sebabnya, kita sungguh menggarisbawahi pentingnya pendidikan dan pembangunan karakter bangsa dalam arti luas. Bangsa yang berkarakter unggul, di samping tercermin dari moral, etika dan budi pekerti yang baik, juga ditandai dengan semangat, tekad dan energi yang kuat, dengan pikiran yang positif dan sikap yang optimis, serta dengan rasa persaudaraan, persatuan dan kebersamaan yang tinggi. Inilah, kata Presiden, totalitas dari karakter bangsa yang kuat dan unggul, yang pada kelanjutannya bisa meningkatkan kemandirian dan daya saing bangsa, menuju Indonesia yang maju, bermartabat dan sejahtera di Abad 21 ini.

HADIRIN YANG BERBAHAGIA,

Akhirnya kami mengucapkan selamat memperingati Hari Pendidikan Nasional kepada semua pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik, serta penggiat pendidikan di seluruh tanah air. Semoga apa yang kita kerjakan dan perbuat selama ini di bidang pendidikan menjadi amal kebajikan kita di dunia.

WASSALAMU’ALAIKUM WARRAHMATULLAHI WABARAKATUH.

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

MOHAMMAD NUH

Sumber: www.kemendiknas.go.id.


Sartono, Maestro Hymne Guru yang Terabaikan


Liputan6.com, Jakarta: Nasib seorang maestro terkadang tidak sebaik mahakaryanya. Sartono, sang pencipta lagu wajib "Hymne Guru" kini hanya hidup sederhana di rumah berdinding kayu. Yang lebih miris, tak ada sepeser pun uang pensiun yang diterima mantan guru tersebut.

Kala itu, Sartono, seorang guru era-80an mengikuti lomba mencipta lagu pendidikan. Dari 330 peserta, lagu ciptaannya menjadi pemenang. Ia pun mendapat hadiah Rp 750 ribu dan dikirim ke Jepang bersama belasan guru teladan. Walau seorang guru, ternyata ia tidak pernah diangkat menjadi guru tetap. Honornya pun tergolong kecil, hanya Rp 60 ribu. Dan kini, sang pahlawan tanpa tanda jasa itu tidak menerima bantuan apapun dari pemerintah. Sangat disayangkan.(WIL/AYB)
http://berita.liputan6.com/sosbud/201005/275152/Sartono.Maestro.Hymne.Guru.yang.Terabaikan

Minggu, 22 November 2009

sayap sayap patah



Wahai langit ....
Tanyakan pada-Nya Mengapa Dia menciptakan sekeping hati ini ....
Begitu rapuh dan mudah terluka ....
Saat dihadapkan dengan duri-duri cinta Begitu kuat dan kokoh ....
Saat berselimut cinta dan asa ....
Mengapa Dia menciptakan rasa sayang dan rindu di dalam hati ini ....
Mengisi kekosongan di dalamnya Menyisakan kegelisahan akan sosok sang kekasih Menimbulkan segudang tanya ....
Menghimpun berjuta asa ....
Memberikan semangat juga meninggalkan kepedihan yang tak terkira ....
Mengapa Dia menciptakan kegelisahan dalam jiwa ....
Menghimpit bayangan ....
Menyesakkan dada ....
Tak berdaya melawan gejolak yang menerpa ....
Wahai ilalang ....
Pernahkan kau merasakan rasa yang begitu menyiksa ini ?
Mengapa kau hanya diam ....
Katakan padaku ....
Sebuah kata yang bisa meredam gejolak jiwa ini ....
Sesuatu yang dibutuhkan raga ini ....
Sebagai pengobat rasa sakit yang tak terkendali ....
Desiran angin membuat berisik dirimu ....
Seolah ada sesuatu yang kau ucapkan padaku ....
Aku tak tahu apa maksudmu ....
Hanya menduga ....
Bisikanmu mengatakan ada seseorang di balik bukit sana ....
Menunggumu dengan setia ....
Menghargai apa arti cinta ....
Hati terjatuh dan terluka ....
Merobek malam menoreh seribu duka ....
Kukepakkan sayap - sayap patahku ....
Mengikuti hembusan angin yang berlalu ....
Menancapkan rindu ....
Di sudut hati yang beku ....
Dia retak, hancur bagai serpihan cermin ....
Berserakan ....
Sebelum hilang diterpa angin ....
Sambil terduduk lemah Ku coba kembali mengais sisa hati ....
Bercampur baur dengan debu ....
Ingin ku rengkuh ....
Ku gapai kepingan di sudut hati ....
Hanya bayangan yang ku dapat ....
Ia menghilang saat mentari turun dari peraduannya ....
Tak sanggup kukepakkan kembali sayap ini ....
Ia telah patah ....
Tertusuk duri yang tajam ....
Hanya bisa meratap ....
Meringis ....
Mencoba menggapai sebuah pegangan ....
(kahlil gibran)

Selasa, 24 Maret 2009

Rpp Kls 1 Gasal Smkn2

SPIRIT Of PROKLAMASI