KOPI KOTHOK

Senin, 22 Desember 2008

PERAN PRAMUKA TERHADAP GENERASI MUDA PRAMUKA DI ERA REFORMASI

Kepanduan atau pramuka adalah suatu medan gerak untuk anak atau peserta didik, oleh mereka dibawah pimpinan mereka sendiri, tempat kakak mereka (Pembina) memberikan kepada adik-adiknya suasana yang sehat dan menganjurkan agar mereka melakukan kegiatan-kegiatan yang sehat, positif, inisiatif dan produktif yang akan membatu mereka dalam mengembangkan fungsi kewarganegaraan. Daya tarik yang kuat untuk mengenal alam di lingkungan hidup
Pembinanaan perseorangan (melalui kelompok kecil) lebih penting dari pada pembinaan massal, dalam hal perbaikan intelegensia, kekuatan jasmani dan karekter. Dalam pramuka bukan isi pelajaran yang terpenting guna melahirkan sesuatu secara benar, melainkan menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang benar. Hal ini Nampak jelas dalam cara kerja regu dan pasukan penggalang. Mereka di bimbing untuk kerja sama dalam tim atau kelompok, regu atau rtegu kerja, kesempatan baik untuk bekerja sama mencapai suatu tujuan. Disitu tampak latihan berdemokrasi, bahkan itulah demokrasi Pancasila dalam prakteknya.

Jika kita mengacu pada uraian arti kiasan lambang pramuka. Lambang pramuka yaitu tunas kelapa, dapat tumbuh dimana saja, yang membuktikan besarnya daya upaya dalam menyesuaikan dirinya dengan keadaan sekelilingnya dimana ia berada dan dalam keadaan yang bagai manapun juga. Apalagi sekarang sudah era globalisasi dan reformasi.
Gerakan serta semangat reformasi yang kini tengah terus bergulir menghendaki suatu perubahan tatanan baru dengan segala perbaikan, keselarasan dengan tuntuan yang lebih transparansi. Dilandasi dengan kejujuran, kebenaran, keadilan dan sementar disisi lain Gerakan Pramuka sebagai pelengkap pendidikan formal dan informal juga di tuntu ikut memberikan kontibusi positif terhadap lahirnya generasi baru di masa datang yang mampu diwarisi pesan-pesan moral reformasi.
Gerakan Pramuka tidak terkejut dan ikut latah tanpa arah. Karena sesuai dengan tujuannya Pramuka tetap eksis sebagai Gerakan Pendidikan Yang Nasionalis tanpa terpengaruh oleh berbagai perbedaan latar belakang. Format-format, visi dan misinya telah mengacu kepada perbaikan kondisi saat ini, demi terwujudnya Indonesia Baru.
Dewasa ini ada sebuah kenyataan yang teramat pahit atau mungkin juga sebuah cobaan dan tantangan yang teramat berat, ketika semakin banyak jumlah remaja penyandang masalah sosial. Mereka terjebak kedalam perilaku yang menyimpang dan telah lutut dan menghambakan dirinya kepada tata nilai asing. Mereka adalah saudara-saudara kita, yang berpotensi untuk menimbulkan berbagai problema sosial dimasyarakat. Di samping itu secara internal terdapat pula ketidak siapan mental dan rohani pada sebagian remaja, sehingga mereka gagal untuk mempertahankan diri dari pengaruh negative yang menyesatkan.
Gerakan Pramuka ditutut untuk menciptakan pesonanya sendiri, sehingga orang-orang muda lebih tertarik untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki, melalui wadah kepramukaan dengan kegiatan yang kreatif, educatif, inovatif dan penuh tantangan yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat kita.
Maka Gerakan Pramuka sangat merindukan eksistensi para anggota dewasanya dalam bembina, mengembangkan organisasi secara sukarela, dan terus menerus. Gerakan Pramuka sangat mendambahkan sebuah organisasi yang semakin mapan, semakin strategis, semakin antisipasi terhadap berbagai kendala, sehingga perjalanya mulus, lancar, dan sukses. Gerakan Pramuka sangat menginginkan tertibnya program pendidikan atau pelatihan baik bagi anak didik maupun anggota dewanya sehingga prosesnya lancer, tuntas dan berkualitas. Gerakan pramuka sangat mengharapkan bias mandiri dengan dana atau fasilitas yang pasti dan memadai.
By : YHOHANNES NEOLDY

Kamis, 18 Desember 2008

Penyutradaraan Teater Pelajar

Teater Pelajar lebih berkonotasi pada teater sekolah menengah umum maupun kejuruan (SMP/MTs; SMU/MA; SMK). Di samping teater pelajar, juga dikenal istilah teater remaja yang lebih berkonotasi pada teater kalangan SMU/MA maupun SMK. Namun demikian, teater remaja bukan semata-mata kalangan sekolah. Mereka juga kalangan yang putus sekolah atau yang berada pada tingkat usia remaja, atau di bawah dua puluh tahunan.
Entah sejak kapan nama teater pelajar ini muncul, dan untuk apa pula penamaan semacam ini digunakan. Namun yang pasti, teater pelajar merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan pertumbuhan teater itu sendiri. Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas RI) –dalam hal ini Pusat Perbukuan, bekerjasama dengan Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP) bahkan sedang merancang buku pelajaran teater untuk SMP/MTs; SMU/MA; dan SMK, baik negeri maupun swasta.
Apabila kita menilik ke belakang, kalangan terpelajar Indonesia masa lalu, atau setidaknya era Boedi Oetomo, telah mulai melakukan berbagai upaya transformatif. Embrionya dimulai dengan munculnya “Komedi Stamboel” di akhir abad sembilan belas, rombongan kedua teater ini muncul di Surabaya pada 1891. Kegairahan terhadap teater, khususnya teater yang bernuansa melayu sedemikian besar. Namun demikian, teater-teater rakyat yang muncul lebih dahulu dengan media tutur dan berkembang ke dunia panggung teater, tidak pernah luntur. Bahkan, teater-teater rakyat tersebut mampu menciptakan persaingan yang sehat, hingga zaman keemasannya pada 1920-1930-an.

Dalam memasuki abad kedua puluh, juga diwarnai munculnya teater opera Cina pada 1909. Nasibnya tak lebih baik dengan Komedi Stamboel yang mulai melemah dengan lahirnya kegairahan baru dalam memahami idiom maupun metode teater yang datang dari Rusia dan Inggris, bahkan Jerman, Perancis, Amerika dan negara-negara Skandinavia pun turut menyumbangkan pandangan-pandangan baru teater selanjutnya. Dengan demikian, kalangan terpelajar Indonesia yang masih berada di bawah penjajahan Belanda maupun Jepang memiliki banyak kesempatan memahami berbagai disiplin maupun pandangan teater.
***
Paling tidak, sejak 1913, kalangan terpelajar Indonesia menikmati karya Victor Ido yang diterjemahkan oleh Lauw Giok Lan menjadi Karina Adinda, seperti ditulis oleh Tjiong Koen Bie (1913) dan Jacob Sumardjo (1992). Kesadaran baru pada masa-masa itu, melahirkan banyak lakon-lakon perjuangan tanpa mengurangi upaya-upaya penerjemahan maupun saduran dan adaptasi yang terus menerus terhadap lakon-lakon yang datang dari dataran Eropa.
Setelah tiga puluh tahun Indonesia merdeka, meski terjadi sejumlah perubahan yang mendasar, namun saat inipun masih dapat kita saksikan, kalangan terpelajar kita menggunakan lakon-lakon yang seharusnya sudah mereka ‘reformasi’ untuk kepentingan diri mereka. Dalam sepuluh tahun terakhir ini, sebagian besar teater pelajar justru tidak memotivasi diri mereka sendiri, seperti yang terjadi pada masa-masa sebelumnya. Mereka masuk dalam kubangan motif pertunjukan yang mengasingkan mereka pada dunia keseharian. Hanya beberapa kelompok teater pelajar yang mencoba melakukan berbagai penggalian untuk menemukan karakter teater dari kalangan terpelajar yang mereka sandang sebagai bagian dari identitas mereka.
Motif pertunjukan yang menjadi dasar pada teater pelajar sekarang ini berdampak cukup serius pada rendahnya apresiasi teater yang mereka hidupkan. Hal ini disebabkan oleh pengambilan bahan-bahan pertunjukan yang semata-mata pada teks lakon, apalagi teks lakon tersebut “diwajibkan” pada mereka untuk menggunakannya. Sementara itu, media untuk memasuki teks-teks lakon tersebut sangatlah terbatas. Keterbatasan tersebut bukan saja karena asumsi perkembangan teater yang masih belum memadai dalam menghadapi pertumbuhan aktivitas diluar teater, tetapi juga keterbatasan motivasi yang telah terlanjur menjadikan teater semata-mata sebagai sebuah pertunjukan.
Di samping itu, bagi kalangan sekolah, suatu aktivitas siswa dilihat dari kemampuan siswa untuk meraih prestasi yang mengharumkan nama sekolah. Dengan kata lain, kegiatan atau aktivitas berteater di sekolah tidak dilihat dari proses pencapaian teater tersebut dan dampaknya pada aktivitas belajar. Dan, lebih ironis lagi, masih terdapat sejumlah sekolah yang melakukan larangan tidak tertulis, bahwa berteater di sekolah tersebut diharamkan. Tidak ada sarana, apalagi izin untuk mengikuti kegiatan teater.
***
Masing-masing wilayah di Indonesia, memang memiliki tingkat yang berbeda dalam memasuki dunia teater. Bahkan, antar wilayah di Jawa Timur pun memiliki perbedaan signifikan satu sama lainnya. Hal ini ditentukan oleh tingkat pergaulan teater tersebut dengan berbagai pemahaman teater.
Teater pelajar di sejumlah kota-kota besar di Indonesia, barangkali cukup beruntung. Sejarah teater dan sejarah teater pelajar kita telah memberikan isyarat yang sangat tegas, bahwa teater berjalan beriringan dengan nafas kehidupan publiknya. Pada tingkat selanjutnya, teater menjadi jembatan dalam memahami pertumbuhan yang bergejolak disekitarnya. Dan, akhirnya teater tidak pernah berakhir di panggung pertunjukan. Teater berkelebat dalam darah, dalam nadi, di jantung, di hati dan ditengah-tengah denyut kehidupan semua orang, semua pihak.
Problem Penyutradaraan
Teater sekolah saat ini dapat berlangsung dalam tiga aspek apresiasi dan kreasi, yakni (1) teater di dalam kelas, (2) teater untuk kompetisi sekolah, seperti festival maupun lomba, dan (3) teater untuk terapi. Ketiga aspek ini dapat dilakukan hanya dalam satu aspek, dapat pula dilakukan secara bersamaan.
Konsepsi dasar teater di dalam kelas adalah memahami karakter antar manusia sebagai bagian dari proses sosialisasi dalam kehidupan bermasyarakat. Teater di dalam kelas dapat mengambil tema-tema yang terjadi di sekitar lingkungan siswa. Mereka apresiasi peristiwa-peristiwa yang terjadi, membuat kerangka cerita, dan menentukan peran-peran yang bisa mereka lakukan. Setelah ketiga langkah ini diselesaikan, maka para siswa bisa memperagakannya di depan kelas atau di tempat duduknya masing-masing, tanpa terbebani oleh masalah teknis artistik panggung. Guru cukup memfasilitasi dan melakukan pengawasan terhadap aktivitas siswa.
Jika kita bekerja untuk teater yang berorientasi pada kompetisi siswa –semacam festival, maka terdapat beberapa hal yang perlu kita perhatikan. Pertama, pahamilah apa yang ditentukan oleh penyelenggara, termasuk instrumen penilaian yang akan digunakan. proses selanjutnya adalah berlatih. Penyutradaraan merupakan salah satu aspek penting yang dapat meminimalisir kekurangan pada aspek lain –artistik dan pemeranan. Aspek penyutradaraan tersebut adalah (a) menentukan nada dasar. Ibarat sebuah partitur lagu, maka nada dasar akan menentukan arah nada selanjutnya. Nada dasar suatu teks maupun naskah dapat dilakukan dengan memahami titik tolak dari suatu teks. Misalnya, cerita tentang seorang rentenir yang kejam. Pahamilah terlebih dahulu akar kekejaman (titik tolak untuk nada dasar) seorang rentenir yang akan dijadikan pijakan. Ikutilah terus pergerakan atau alur kekejaman. Buatlah gradasi dari setiap perubahan alur tokoh ini;
Aspek selanjutnya (b) adalah membangun dinamika ruang. Artinya, ruang pertunjukan benar-benar hidup sepanjang pertunjukan. Penonton diharapkan tidak berkedip sedikitpun, dan selalu memandangi panggung. Dinamika ruang ini tercipta melalui berbagai kemungkinan interaksi, baik antar individu, bunyi maupun dengan peralatan atau perabotan yang telah disiapkan.
Aspek lain adalah spontanitas yang menjadi ciri khusus dalam teater-teater Asia, termasuk Indonesia. Ciri ini membawa bentuk-bentuk teater di Indonesia lebih komunikatif, interaktif, dan dapat membangun muatan lokal dan kearifan lokal yang kondusif. Selain bercirikan spontanitas, teater Indonesia juga memiliki kemungkinan dalam pengembangan pengolahan tubuh yang berkorelasi dengan pembentukan kepribadian. Selain pengolahan tubuh, pikiran dan suara, mengolah tubuh juga berkaitan erat dengan pengolahan komponen kejiwaan yang sejalan dengan nilai-nilai etis, moral,sosial dan kultural. Pengolahan ini bertujuan untuk menumbuhkan rasa percaya dii siswa dalam menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupannya, termasuk dalam mengikuti proses pembelajaran
Sisi lain adalah gaya pertunjukan. Jawa Timur banyak memiliki sutradara dengan berbagai gaya (style) yang bersifat teknis, misalnya style internal progressive, yaitu gaya penyutradaraan yang berangkat dari potensi diri para pemainnya. Para pemain didorong untuk mengkonstruksi tubuhnya –maupun ucapannya sendiri. Sedangkan style eksternal progressive lebih menekankan kemauan sutradara. Kemauan sutradara bisa masuk pada tingkat pembentukan teknis ruang, seperti komposisi, dinamika pengisian ruang yang memang hampir tidak mungkin dilakukan seorang pemain.
Demikianlah pengantar yang dapat saya sampaikan. Diskusi dan dialog menjadi lebih penting untuk membuka pemahaman yang lebih mendalam. Semoga bermanfaat…
--------------------------------------------------------

Autar Abdillah
* staf pengajar drama pada jurusan Seni Drama Tari dan Musik (Sendratasik) Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya. Konsultan/Tim pengembang penulisan buku teks pelajaran Teater SMP/MTs dan SMA/MA Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP) dan Pusbuk Depdiknas RI

Rabu, 17 Desember 2008

Panggung Rumah Dunia: Teater untuk Semua

Rabu, 17 Desember 2008 00:33 WIB
JAKARTA, RABU--Tahun 2009 tinggal menghitung hari. hidup menggelinding terus bagai roda-roda gila. ”Dunia memang ibarat pangung sandiwara. Pemain baru muncul, pemain lama berusaha bertahan,” Dedi Setiawan, PJ Teater Rumah Dunia bersajak dengan gembira.
Siapa tidak gembira, jika 2009 nanti, keinginan Dedi meramaikan dunia teater di Banten terwujud. ”Saya selaku penasehat Rumah Dunia mendukung rencana Dedi,” ujar Gola Gong, dedengkot Rumah Dunia. “Itu artinya, dunia teater di Banten akan tambah semarak. “Saya akan coba sodorkan program ‘Panggung Rumah Dunia: Teater Untuk Semua’ menjadi program bulanan di Banten TV, tambah Gong yang jadi eksekutif Produser di Banten TV.

Firman Venayaksa, Presiden Rumah Dunia, berharap program “Panggung Rumah Dunia: Teater Untuk Semua” ini bisa mendapatkan dukungan dari Disbudpar Banten dan Banten TV. “Jika teater bisa muncul di Banten TV setiap bulan, wajah Banten yang melulu kekerasan dan jawara, bisa terobati dengan teater,” harap Firman yang selaku pengisi ilustrasi musik di setiap pertunjukkan teater Rumah Dunia atau film indi Rumah Dunia. “Banten Raya Post juga bisa mem-blow up-nya dalam bentuk iklan, agar wilayah kebudayaan tidak terpinggirkan. intinya, kita bersinerjilah,” tambah Firman.
“Panggung Rumah Dunia: Teater Untuk Semua” adalah salah satu program unggulan Rumah Dunia 2009 nanti. Rencananya sebulan sekali, di minggu ketiga, dan malam Minggu. “Pokoknya, malam Mingguan, buat yang jomlo dan ingin suguhan lain, datang aja ke Rumah Dunia!’ saran Dedi, mahasiswa Sastra Untirta Serang, tergabung di TEater Studio Indonesia pimpinan Nandang Aradea.
Sekitar 5 teater SMA di Banten akan tampil. Iman Soleh dan Wawan Sofyan dari Bandung siap bermonolog. Teater kampus Serang seperti IAIN dan Untirta juga tampil. Untuk Januari nati, teater Cassanova, Bandung, rencananya akan tampil. Sedangkan Februari, teater Nol dari SMAN Jawilan, Serang Timur menedapat giliran.
Sedangkan Teater Rumah Dunia kan memanggungkan 3 naskah karya Gola Gong; Kampung Maling, Pria ½ Iblis, dan Sang Pemimpin. Jelas Dedi, “Untuk naskah ‘Sang Pemimpin’, Mas Gong pingin yang main saya, Piter Tamba, dan Bonang Purbaya. Sutradaranya Mas Toto ST Radik.” Tambah Dedi lagi, naskah ‘Sang Pemimpin’ menceritakan seorang pemimpin di negeri ini, yang sedang memberikan keterangan pers, didampingi 2 ajudannya. Pemimpinnya yang main Bonang. Kenapa Bonang? Karena Bonang itu tubuhnya kecil, mungil, dan lucu. Ajudannya Dedi dan Piter. Lalu Dedi menutup pembicaraan dengan mengutip sepenggal dialog Sang Pemimpin, “Ajudan harus tegap, berwibawa, dan jnan. Sedangkan pemimpin, boleh-boleh saja lucu seperti badut!” (Sumber : Kompas)

Minggu, 14 Desember 2008

Tahun 2009, Gaji Guru Naik 100 Persen

JAKARTA, SELASA - Berbahagialah bagi pahlawan tanpa tanda jasa alias guru dan dosen, nasib mereka berangsur-angsur bersinar lagi. Panitia Kerja (Panja) Belanja Pusat, Panitia Anggaran DPR telah menyetujui kenaikan gaji guru pada 2009 hingga 100 persen.
Bila pendapatan mereka pada tahun ini maksimal 2,4 juta (gol IV/E bersertifikat), maka 2009 bakal mendapatkan gaji sebesar Rp 5,4 juta. Belum lagi tunjangan khusus bagi guru yang berada di daerah terpencil(gurdacil) yang diperkirakan sebesar Rp 5,1 juta. Jadi, perbulannya mereka bakal mendapat gaji di atas Rp 10 juta, kalau tunjangan gurdacilnya juga disetujui.
“Untuk besaran gaji sudah final. Sedangkan tunjangan khusus gurdacil hingga kini besarannya masih diperdepatkan, tetapi usulannya tetap akan dinaikkan yaitu bagi guru di daerah-daerah pedalaman seperti Papua, Maluku dan Kalimantan,” kata anggota Panja asal PDI Perjuangan, Rudianto Tjen kepada PersdaNetwork di Jakarta, Senin (20/10).

Lebih jauh, jelas anggota DPR asal Bangka Belitung ini, untuk gurdacil, bila pada 2008 ini kuotanya hanya untuk 20.000 orang gaji, pada 2009 mendatang akan ditambah 10.000 lagi hingga menjadi 30.000 orang guru.
Kenaikan gaji guru ini telah disepakati oleh seluruh anggota Panja Belanja Pusat dan Departemen Pendidikan Nasional. Disebutkan, gaji terendah yaitu untuk guru pegawai negari sipil (PNS) dengan golongan II/B tidak bersertifikat (0 tahun) yang tadinya mendapat gaji sebesar Rp 1,55 juta, akan mememperoleh gaji bulanan Rp 2,07 juta.
Sedangkan gaji untuk guru PNS tertinggi dengan golongan IV/E bersertifikat (0 tahun) yang saat ini digaji Rp 2,43 juta bakal melonjak menjadi Rp 5,42 juta.
Perubahan pendapatan juga bakal dialami oleh guru tetap non PNS. Bila pengajar PNS mendapatkan kenaikan gaji, maka tunjangan fungsional guru tetap non PNS akan naik, untuk yang non S1 naik dari Rp 200 ribu menjadi Rp 250.000, sedangkan yang S1 naik dari Rp 200 ribu menjadi Rp 300.000.Untuk dosen PNS golongan III/B belum bersertifikat (0 tahun) yang tahun ini gajinya Rp 1,8 juta akan naik menjadi Rp 2,26 juta per bulan. Sedangkan untuk tingkat guru besar, gajinya bakal melonjak besar dari Rp 5,12 juta menjadi Rp 13,53 juta per bulan. “Gaji tersebut sudah termasuk seluruh pendapatan per bulan (take home pay/THP),” ujar Rudianto.
Anggota Komisi X (bidang pendidikan) asal PAN, Yasin Kara menyatakan, kenaikan gaji guru ini sebenarnya sudah diusulkan selama empat tahun berturut-turut. “Kita sudah mengusulkan sejak 2005 lalu, baru tahun depan dinaikkan. Apakah ini karena akan ada Pemilu atau tidak, yang penting perjuangan meningkatkan kesejahteraan guru bisa terlaksana,” kata Yasin saat dihubungi melalui ponsel.
Menurutnya, untuk gaji 2009 ini, pemerintah telah menyiapkan dana sebesar kurang lebih Rp 50 triliun. Anggaran tersebut akan dimasukkan dalam Undang-Undang APBN 2009 yang rencananya disahkan dalam rapat paripurna DPR tanggal 28 Oktober mendatang.
Selain itu, Sekretaris Fraksi PAN ini juga menandaskan, pemerintah harus terus meningkatkan jumlah guru yang bersertifikat. Guru nantinya akan disertifikasi agar memenuhi standar mutu pendidikan nasional.
Saat ini, dari 2,7 orang guru yang ada di Indonesia, baru hanya 300.000 saja yang tersentifikasi. Untuk meningkatkan mutu pendidikan, jelasnya, tahun 2009 ditargetkan jumlah guru yang tersertifikasi berjumlah 1 juta orang guru. “Lambat laut seluruh guru akan tersertifikasi,” kata Yasin. (KOMPAS, 21 Oktober 2008)


SPIRIT Of PROKLAMASI